Tari Tradisional

Tari Tradisional
   1. Tari Jaipong (Jawa Barat)

    Seni tari Jaipongan, sebagaimana telah kita ketahui adalah seni tarian khas Jawa Barat. Tarian ini sering disuguhkan baik untuk warga lokal pada acara kebudayaan, acara ulang tahun, penyambutan tamu, dan lain lain, Maupun untuk turis yang sedang berkunjung ke Jawa Barat untuk memperkenalkan kekayaan budaya Jawa Barat. Seni tari Jaipongan juga dapat menghasilkan berbagai cabang seni lain seperti Tari Cikeruhan. Salah satu tarian rakyat yang hingga kini masih sering dipertunjukkan di Bandung. Tarian ini lahir dan tumbuh di daerah pesisir, dan perbedaannya adalah Cikeruhan lebih atraktif dibandingkan dengan tarian lain dari Jawa Barat. Sayang sekali jika kekayaan seni tari Jaipongan ini punah karena asimilasi kebudayaan dari luar. Maka untuk melestarikannya harus ada peran aktif dari berbagai pihak, bukan cuma warga Jawa Barat, tapi semua warga Indonesia. Patut kita apresiasi untuk salah satu ajang pencarian bakat yang digelar di salah satu stasiun televisi kita, yaitu Indonesia Mencari Bakat (IMB). Dimana pada acara tersebut animo peserta yang menunjukkan bakatnya khususnya dibidang tari bisa dibilang sangat tinggi. Kita sebut saja Rumingkang dan Sandrina, Usia keduanya masih belia, tapi kemampuannya sudah diatas rata rata orang dewasa. Tak cuma mahir tapi juga sangat menjiwai tari sehingga pesan dari setiap gerakan sampai ke penonton. Maka dari itu patutlah kita melestarikan kebudayaan Indonesia, apapun bentuknya. Jaipongan mempunyai cirri khas yakni gaya kaleran, erotis, keceriaan, semangat, humoris, kesederhanaan dan spontanitas (alami/apa adanya). Hal itu dapat kita lihat dalam pola penyajian pertunjukkannya, diantaranya ada yang memakai atau diberi pola (Ibing Pola) contohnya pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, dan ada juga tarian yang tidak memakai / berpola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah –istilah tersebut, bisa ditemukan pada Jaipongan gaya Kaleran, khususnya di daerah Kab. Subang Subang. Jaipongan gaya kaleran dalam pertunjukkan atau penyajiannya ini terbagi berbagai macam, yaitu sebagai berikut :
1) Tatalu ; 
2) Kembang Gadung 
3) Buah Kawung Gopar ; 
4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang  
     Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 
5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang 
    (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden 
    dan penonton (bajidor).

2. Tari Sintren (Jawa Tengah / Jawa Barat)

         Apakah anda pernah mendengar tentang pertunjukan sintren ? ya benar sekali, itu adalah pertunjukan dimana sang penari menari dengan di masuki oleh arwah dan pingsan bila terkena uang yang di lemparkan ke tubuh penari tersebut. Dengan iringan gamelan dan pakaian yang indah juga biasanya di lengkapi aksesoris modern seperti kacamata dan dasi, tarian sintren menjadi sangat eksotis dan misterius. Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon , Majalengka, Jatibarang, Berebes, Pemalang, Banyumas, Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. 
          Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono Sejarah sintren sebenarnya ada beberapa versi, namun kali ini kita akan membahan salah satu nya saja, dahulu kala ada sepasang kekasih yaitu R sulandono dan sulasih, mereka tidak mendapatkan restu dari orang tua R sulandono yang pada watu itu merupakan bupati mataram. Untuk dapat bersatu sulandono bertapa dan di berikan seulas apu tangan, sedangkan sulasih harus menjadi penari di upacara pada bulan purnama. Ketika sulasih sedang menari R sulandono turun dari pertapaan nya dan melempar sulasih yang sedang menari, kemudian sulasih pun pingsan dan dimasuki roh spirit, pada saat itulah jasad sulasih di bawa kabur, lalu mereka bisa melanjutkan hubungan nya. 
          Nah kenapa di namai sintren, karena sintren di bangun oleh 2 kata yaitu si dan tren, “si” atau “ia” dan tren atau tri yang berarti “putri”, jadi arti dari sintren adalah “ia putri”, maksud nya yang sebenarnya menari bukan lah si penari sintren, namun roh seorang putri, yaitu sulasih, atau biasa di sebut Rr. Ratnamsari. Menarik bukan, apakah anda ingin menyaksikan ? 
Pertunjukkan Sintren Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona


3. Tari Saman (NAD)



Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.
Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.


Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :
1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.
4. Tari Kecak (Bali)




Siapa yang tidak tahu Tari kecak khas daerah Bali. Berapa tahun yang lalu tarian ini pernah ditarikan sekitar lima ribu orang dan tercatat sebagai rekor dunia.  Lantas siapa yang menciptakan dan untuk apa diciptakan tarian tersebut. Tari kecak biasa disebut tari Cak atau Api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari Lakon Pewayanganseperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.
Tari kecak dicptakan oleh Wayan Limbak dan Walter Spies seorang pelukis dari Jerman sekitar tahun 1930. Sebenarnya tari Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Tidak sulit untuk mengambil definisi atau kenapa disebut tari Kecak. Ketika penari laki-laki menarikan tarian tersebut, terdengar katacak…cak…cak dari sanalah kata Kecak diambil. Tarian kecak ini tidak seperti tarian lainnya dari Bali, tari kecap tidak menggunakan alat bantu musik apapun, justru alunan tercipta dari teriakan “cak…cak…cak” yang membentuk alunan musik murni dan kincringn yang diikatkan di kaki para penari.

Perkembangan Tari Kecak Di Bali
         Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.
Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata.Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan, Bali.


Pola Tari Kecak
        Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.

5. Tari Topeng Klana (Cirebon)
Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian di tatar Parahyangan. Kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk Indramayu, Jatibarang, Losari, dan Brebes. Di Cirebon, tari topeng ini sendiri banyak sekali jenisnya, dalam hal gerakan maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian tunggal, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.
Salah satu jenis tari topeng yang berasal dari Cirebon adalah Tari Topeng Klana. Tarian ini merupakan semacam bagian lain dari tari topeng cirebon lainnya yaitu Tari Topeng Kencana Wungu. Adakalanya kedua tari Topeng ini disajikan bersama, biasa disebut dengan Tari Topeng Klana Kencana Wungu.
Tari Topeng Klana merupakan rangkaian gerakan tari yang menceritakan Prabu Minakjingga (Klana) yang tergila-gila pada kecantikan Ratu Kencana Wungu, hingga kemudian berusaha mendapatkan pujaan hatinya. Namun upaya pengejarannya tidak mendapat hasil.
Kemarahan yang tak bisa lagi disembunyikannya kemudian membeberkan segala tabiat buruknya. Inilah kiranya yang menginspirasi  Nugraha Soeradiredja ketika menciptakan Tari Klana. 
Pada dasarnya, bentuk dan warna topeng mewakili karakter atau watak tokoh yang dimainkan. Klana, dengan topeng dan kostum yang didominasi warna merah mewakili karakter yang tempramental.   Dalam tarian ini, Klana yang merupakan orang yang serakah, penuh amarah, dan tidak bisa menjaga hawa nafsu divisualisasikan dalam gerakan langkah kaki yang panjang-panjang dan menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka, serta jari-jari yang selalu mengepal.
Sebagian gerak tarinya menggambarkan seseorang yang gagah, mabuk, marah, atau tertawa terbahak-bahak. Tarian ini biasa dipadukan dengan irama Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Pola pengadegan tarinya sama dengan topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan bagianngedok (tari yang memakai topeng).
Tepat sebelum bagian akhir tarian ini, penari biasanya berkeliling kepada tamu yang datang untuk meminta uang. Ia berkeliling dengan mengasonkan topeng yang dipakainya sebagai wadah uang pemberian penonton. Bagian ini disebut dengan Ngarayuda atau Nyarayuda, simbol dari raja kaya raya yang masih tidak merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, hingga terus merampas sebanyak-banyaknya harta rakyat kecil tanpa mempeduikan hak-haknya. 
Tari Topeng Klana kadang disebut Tari Topeng Rowana, mengacu pada tokoh Rahwana dalam cerita Ramayana yang memiliki kesamaan karakter. Tetapi ini jelas berbeda, karena tokoh Rowana ada dalam Tari Topeng Panji.

No comments:

Post a Comment